Tapanuli Selatan, walhisumut.or.id – Sumatra Rainforest Institute (SRI) merilis artikel kajian berjudul “Pentingnya Perlindungan Terhadap Areal Penggunaan Lain Bernilai Konservasi Tinggi Sebagai Koridor Hutan Yang Menghubungkan CA Dolok Sibualbuali Hutan Lindung Batangtoru Blok Barat”.
Kajian ini sebagai bahan pertimbangan untuk meninjau kembali pemberian akses Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) terhadap Pemanfataan Kayu Tumbuh Alami – Pemegang Hak Atas Tanah pada area koridor penghubung CA Sibualbuali-Hutan Lindung Batangtoru, di Desa Bulu Mario, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan.
Kajian ini terbit karena koridor sendiri begitu penting untuk menghubungkan habitat satwa khususnya bagi spesies orangutan. Namun di sisi lain terdapat Pemanfaatan Kayu Tumbuh Alami – Pemegang Hak Atas Tanah. Ini menjadi ancaman, sebab satwa-satwa tengah terancam kritis.
“Tangkapan hasil kamera jebak yang pasang di areal koridor ini, juga menunjukan keberadaan satwa terancam dan kritis lainnya yakni; Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrea) dan Tapir Asia (Tapirus Indicus). Temuan ini semakin menguatkan perlunya strategi yang tepat dalam pengelolaan terhadap Area Penggunaan Lain (APL) ini sebagai koridor yang bernilai konservasi tinggi,” tulis SRI dalam kajiannya.
SRI menemukan fakta adanya penebangan dan perambahan di luar area PHAT, dengan dalih untuk pembangunan jalan menuju PHAT. “Hal ini mengindikasikan adanya pelanggaran yang dilakukan, yang berujung pada berkurangnya tutupan lahan dan rusaknya habitat satwa.”
Selain itu, pembukaan lahan PHAT juga dinilai meningkatkan potensi konflik satwa. Sebagian besar temuan satwa liar termasuk diantaranya adalah satwa mangsa berada pada area berhutan yang terletak diantara pemukiman masyarakat. Pembukaan area tersebut, sudah pasti merusak habitat satwa liar, dan menyebabkan satwa-satwa liar tersebut menyingkir dari area tersebut dan memasuki pemukiman masyarakat.
Padahal dalam rentang waktu Februari 2022 – Maret 2024 terdapat 33 temuan satwa, baik itu bertemu langsung, dari tangkapan kamera trap SRI, sarang, cakar, dll. Satwanya pun beragam mulai dari orangutan, burung rangkong, tapir asia, hingga harimau sumatera.
SRI pun menyarankan program penguatan fungsi koridor di Area Penggunaan Lain (APL) dan penguatan masyarakat melalui peningkatan pertanian agroforestri. “Fungsi kawasan sebagai koridor tidak akan berjalan sebagaimana mestinya jika areal penyangga di sekitarnya tidak mendukung untuk hal tersebut. Sehingga pengembangan dengan membagi ruang sebagai inti area inti koridor berbasiskan sungai dan area sekitarnya sebagai penyangga dengan pengembangan pola pertanian ekologis.”
Program Kesepakatan Konservasi Masyarakat (Community Conservation Aggreement) juga ditawarkan. Program ini dirancang setelah melalui serangkaian tahapan konsultasi terhadap para pihak yang berkepentingan terhadap area dan isu konservasi di Ekosistem Batangtoru. Mengikuti prinsip Free Prior Informed Consent (FPIC) guna menghormati hak masyarakat lokal, perencanaan program ini juga.
SRI berharap pertimbangan kepada Dirjen PHPL, Dirjen KSDAE, dan Dirjen Penegakan Hukum, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk memperhatikan pemberian akses SIPUHH terhadap aktifitas PHAT maupun bentuk izin pemanfatan lain yang tidak berkelanjutan pada areal penggunaan lain yang bernilai konservasi tinggi di Ekosistem Batangtoru, khususnya di area koridor satwa.