Skip to content Skip to footer

Bebaskan Ilham, Sapi’i, dan Taufik!!!

Kembali lagi terjadi, Sebuah ironi yang kembali menimpa Masyarakat, 3 Warga Desa Kwala Langkat , Kec. Tanjung Pura, Kab. Langkat, Provinsi Sumatera Utara dikriminalisasi oleh Kepolisian Resort Langkat, Sumatera Utara.
Ketiga warga tersebut di antaranya:

1. Ilham Mahmudi (40 tahun)
Seorang warga Desa Kuala Langkat, Kab. Langkat, Sumatera Utara, dalam beberapa bulan terakhir Ia menentang keras perusakan hutan mangrove di desanya, Desa Kwala Langkat, melawan dan menolak penghancuran hutan mangrove apalagi di wilayah itu masuk status hutan lindung.

Pada Februari 2024 lalu, Ilham telah melaporkan perusakan hutan mangrove ke Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Namun laporan tersebut belum diindahkan Kepolisian. Dan laporan tersebut belum ditindaklanjuti, serta sampai hari ini Pelaku (perusak hutan mangrove yang dilaporkan Ilham) juga belum diproses. Aktivitas ilegal logging dan penghancuran hutan lindung mangrove ini telah berlangsung lama. Warga sempat protes berulang kali, namun tidak dipedulikan oleh aparat hukum.

Ilham ditangkap Kepolisian Resort Langkat, Pada 18 April 2024. Sampai hari ini Ilham belum bebas. Dia terkena delik KUHP Pidana, pasal 170. Lambatnya penanganan Aparat Penegak Hukum, sebuah pondok yang menjadi tempat beristirahat para pelaku perusak hutan mangrove dirusak warga. Pondok tersebut berdiri di dalam kawasan hutan lindung, dirobohkan, lalu Ilham ditangkap Kepolisian. Hingga hari ini, Ilham masih mendekam di ruang tahanan Kepolisian Resort Langkat.

2. Sapi’i (50 tahun) dan Taufik (35 tahun)

Ditangkapnya Ilham menimbulkan protes warga desa, sehingga pasca ditangkapnya Ilham, Warga ramai-ramai menyambangi rumah Kepala Desa dan Rumah milik S/O (Inisial). S/O merupakan warga kampung yang diduga turut terlibat dalam perusakan hutan mangrove. S/O juga menjadi orang yang dilaporkan oleh Ilham ke Kepolisian Daerah Sumatera Utara atas pengrusakan hutan mangrove pada Februari 2024 lalu. Kedatangan warga ke rumah S/O, karena menduga bahwa S/O turut mengetahui keberadaan Ilham dan diduga terlibat dalam penangkapan Ilham tersebut. Amarah warga pun tidak terbendung kepada S/O.

Sapi’i dan Taufik, setelah melaut, mereka berdua mendengar kabar adanya warga beramai-ramai menyambangi rumah S/O. Mereka berdua pun bergegas menuju lokasi keramaian tersebut. Sesampainya di lokasi, melihat warga yang mulai marah, Sapi’i dan Taufik justru meredam amarah tersebut dan mencoba untuk mendinginkan situasi.

Lalu, pada Sabtu, 11 Mei 2024, sekitar pukul 09.00 WIB, saat Sapi’i dan Taufik sedang melaut bersama 11 warga lainnya (mencari kerang), kapal mereka dihampiri beberapa orang yang mengendarai speedboat. Orang-orang di Speedboad tersebut menunjukkan senjata api dan kemudian menangkap paksa Sapi’i dan Taufik.

Selain itu, Kapolsek Tanjung Pura AKP Andri Siregar mengaku tidak mengetahui kalau Kanit Reskrim Polsek Tanjung Pura IPTU Kaspar Napitupulu melakukan penangkapan terhadap kedua nelayan tersebut. Artinya, Kanit Reskrim Polsek Tanjung Pura IPTU Kaspar Napitupulu bertindak ‘liar’ dalam tugasnya dan tanpa adanya SPKap dari pimpinannya.
Hal itu juga dapat dibuktikan dengan SPKap yang diterima Kuasa Hukum kedua nelayan tersebut dari LBH Medan di malam hari usai beberapa jam peristiwa penangkapan tersebut. Dimana, semestinya polisi menunjukkan SPKap kepada tersangka ataupun keluarga atau kerabat tersangka saat melakukan penangkapan.

 

Melalui pesan ini, Kami meminta kepada:
KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA
KEPALA KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA
KEPALA KEPOLISIAN RESORT LANGKAT

Untuk membebaskan Ilham Mahmudi, Sapi’i, dan Taufik.

 

Penangkapan dan penahanan Ilham Mahmudi, Sapi’i dan Taufik

1. Pondok atau barak berdiri bukan di atas tanah milik orang lain/perusahaan melainkan di Kawasan Hutan Negara yang berstatus Hutan Lindung. Sehingga legal standing si pelapor (yang melaporkan warga ke kepolisian) tidak ada, seharusnya perseorangan yang diduga melakukan perusakan hutan yang harus ditangkap.

2. Ilham Mahmudi, Sapi’i dan Taufik telah beritikad baik dalam menjaga dan melindungi lingkungan tidak bisa dijerat secara hukum baik pidana dan perdata, karena berdasarkan pasal 66, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (UU PPLH), setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

3. Ada indikasi diskriminasi dalam penegakan hukum. Patut diduga bahwa Kepolisian melakukan diskriminasi dalam penegakan hukum. Dalam kasus ini, Ilham Mahmudi yang melaporkan 4 orang yang diindikasi Pelaku Perusak Hutan Mangrove (salah satunya adalah S/O) ke Kepolisian Daerah Sumatera Utara berjalan lambat. S/O yang diduga menyewa alat berat yang merusak hutan sampai hari ini belum diproses hukum. Justru laporannya S/O ke Kepolisian yang berujung pada penangkapan warga malah ditindaklanjuti. Dalam kasus ini, Polisi tidak menangani semua kasus dengan tingkat urgensi dan perhatian yang sama, ada bias yang mempengaruhi keputusan mereka.

Selain itu, kuat dugaan kalau akan terjadi kembali kriminalisasi dan intimidasi terhadap masyarakat lain yang menolak perusakan hutan mangrove.

Leave a comment

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia – Sumatera Utara © 2024.

All Rights Reserved.