Medan, walhisumut.or.id – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Eksekutif Nasional berkolaborasi dengan WALHI Eksekutif Daerah Sumatera Utara (Sumut) dan KEMITRAAN menggelar sosialisasi Anti-SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation). Kegiatan ini menyasar para aparat penegak hukum di Sumut, yang digelar di Hotel Grandhika Medan, Kamis (09/08/2024).
SLAPP adalah singkatan dari “Strategic Lawsuit Against Public Participation,” yaitu gugatan hukum yang dilayangkan untuk membungkam atau mengintimidasi individu atau kelompok yang berpartisipasi dalam kegiatan publik, seperti menyatakan pendapat atau kritik. Anti-SLAPP adalah konsep hukum yang dirancang untuk melindungi masyarakat dari jenis gugatan ini, awalnya diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1996.
Sosialisasi Anti-SLAPP ini menghadirkan peserta dari unsur Pengadilan Negeri dari berbagai kabupaten/kota, Kepolisian Daerah Sumut, dan Kejaksaan Kabupaten/Kota di Sumut. Selain itu, hadir juga perwakilan dari Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), berbagai LSM lingkungan, serta kelompok-kelompok masyarakat sipil yang mengalami SLAPP: perwakilan kelompok masyarakat adat Sihaporas dan Umbak Siallagan.
Adapun pemantik materi sosialisasi yakni Hakim PT Jakarta Sugeng Riyono S.H., M.Hum., Kompolnas RI Poengky Indarti, S.H., LL.M, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., M.S.
Kegiatan sosialisasi ini bertujuan untuk membangun kesepahaman dan kesadaran antara aparat penegak hukum dan masyarakat terkait perjuangan hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat serta perlindungannya (Anti-SLAPP). Juga, guna membangun kesepahaman antara aparat penegak hukum untuk mendeteksi kasus pidana dan perdata yang terindikasi merupakan SLAPP.
Selain itu, sosialisasi Anti-SLAPP juga tak lain untuk membangun kesepahaman antara aparat penegak hukum untuk mencegah dan menghentikan kasus SLAPP pada tahap awal.
Di Indonesia Prinsip Anti-SLAPP terdapat dalam Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU 32/2009”) “setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.”
Lahirnya Pasal ANTI SLAPP tersebut di Indonesia sebagaimana Rapat dengar Pendapat Umum (RDPU) Tahun 2009 dilatarbelakangi oleh fakta bahwa banyak terjadi pembungkaman baik oleh pemerintah maupun oleh pihak yang berwenang lainnya serta ancaman tuntutan balik terhadap pembela lingkungan melalui pasal-pasal pencemaran nama baik1, yang kemudian disetujui dalam Rapat Panja.
Untuk itu diperlukan ruang sosialisasi untuk interaksi antar penegak hukum dan melibatkan masyarakat secara terus menerus dalam kerangka membangun kesepahaman mengenai anti-SLAPP dan menghilangkan rasa cemas dan takut di kalangan aktivis lingkungan hidup dan masyarakat secara umum terkait kerja-kerja perjuangan lingkungan hidup yang bersih dan sehat.