Medan, walhisumut.or.id – Memperingati Hari Tani Nasional, ratusan massa dari Aliansi Pejuang Reforma Agararia (APARA), termasuk Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Eksekutif Daerah Sumatera Utara (Sumut) menggelar aksi di depan Kantor Kanwil BPN Sumut, pada Selasa (25/09/2024).
Massa aksi juga menyasar Kantor PTPN dan Kantor PT Nirwana. Aksi dilatari oleh situasi agraria di Indonesia khususnya di Sumatera Utara yang sedang dalam keadaan mengerikan. Hal ini terbukti dari banyaknya kegiatan yang dilakukan oleh korporasi dengan pemerintah melalui upaya paksa penggusuran terhadap petani dengan berbagai teknis dan gaya.
Hari Tani Nasional (HTN) biasa sering disebut sebagai lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960. Hari Tani Nasional ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden No. 169 Tahun 1963 tentang Hari Tani oleh Presiden Soekarno. Sumatera Utara Sampai sekarang masih menjadi provinsi yang memiliki letusan konflik agraria tertinggi disebabkan karna Negara (pemerintah khususnya) tidak menjalankan dan melaksanakan reforma Agraria seperti yang dimandatkan Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960.
UUPA sendiri merupakan manifestasi dari Pasal 33 Undang Undang Dasar (UUD) 1945 yang memandatkan Negara sebagai organisasi kekuasaan tertinggi Bangsa Indonesia mengatur peruntukkan, penggunaan, pemanfaatan tanah dan sumber-sumber agraria agar lebih berkeadilan dan memberikan kemakmuran bagi seluruh rakyat melalui reforma agraria.
APARA mencatat jika dalam 3 tahun terakhir setidaknya ada 259 Hektar lokasi yang dikuasai kampung BPRPI dengan total 521 Keluarga dan 2.176 jiwa terpaksa tidak lagi dapat penghidupan yang layak karena dirampas tanahnya oleh PTPN II (Kampoeng Duren Selemak dan Kompoeng Partumbukan kab. Langkat), Sedangkan di Deli Serdang dengan proyek Sport Center, sangat berpotensi 9 hektar dan 50 Keluarga/120 jiwa orang bakal kehilangan tanah dan penghidupannya yang berada di Kampoeng Tumpatan Nibung, Desa Sena, Deli Serdang dan belum lagi lokasi lainya yang mungkin jauh lebih luas dibandingkan data yang kami paparkan di atas.
Selain itu, APARA juga menyorot maraknya intimidasi dan kriminalisasi terhadap petani dan pejuang agraria. Pejuang agraria yang tergabung dalam APARA sering mendapatkan intimidasi dan kriminalisasi. Jumlah keseluruhan pejuang agraria yang harus berhadapan dengan hukum yang belum adil. Berdasarkan catatan APARA adapun jumlah petani dan masyarakat adat yang diintimidasi dan dikriminalisasi berjumlah 12 orang. Adapun bentuk intimidasi dan kriminalisasi adalah pemanggilan dari aparat yang berwenang, tekanan psikologis yang kami duga dari unsur pemerintah lokal dan perwakilan perusahaan serta pihak lain yang memang memiliki kepentingan pada lahan yang dikuasai rakyat tersebut.
APARA mendesak dan menuntut:
- Usut Tuntas Mafia Tanah dan Korupsi Agraria di Kantor Wilayah AT/BPN Sumatara Utara;
- Tangkap dan adili Mafia Tanah diLokasi Pioritas Reforma Agraria;
- Jangan terbitkan izin dan sertifikat HGU/HGB di atas tanah yang berkonflik dan beri perlindungan kepada petani, masyarakat adat, dan aktivis HAM, Lingkungan dan Mahasiswa;
- Hentikan berbagai tindakan intimidasi, represif dan kriminalisasi pada petani, Masyarakat Adat yang memperjuangkan tanah adatnya;
- Hentikan berbagai upaya penggusuran dan perampasan tanah menggunakan kekerasan dan pelibatan aparat dengan dalil Penyelamatan aset Negara;
- Laksanakan Reforma Agraria sejati dan tegakkan UUPA dalam penyelesaian agraria di Sumatera Utara;
- Utamakan pemenuhan hak rakyat dalam program PSN atau program lainnya yang berpotensi menghilangkan penghidupan bagi petani dan masyarakat adat;
- Menolak keberlanjutan proyek dan korporasi yang menyengsarakan petani dan masyarakat adat seperti proyek Deli Mega Politan, Sport Center, PTPN II & IV, PT. Dairi Prima Mineral, PT TPL, PT SMGP, dan PT Agincourt.
Terakhir, APARA menyampaikan jika saat ini sangat dibutuhkan kepekaan dalam memandang konflik-konflik agraria di Indonesia, khususnya di Sumut. Bahwa konflik agraria bukanlah kasus individual dan insidental semata, melainkan persoalan bersama dan bersifat struktural.