Simalungun, walhisumut.or.id – Lima anggota masyarakat adat Sihaporas, di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, diculik oleh orang tak dikenal pada Senin (22/7/2024) dini hari. Kelimanya yakni Jonny Ambarita, Thomson Ambarita, Prado Tamba, Gio Ambarita dan Dosmar Ambarita. Penculikan kelima warga tersebut diduga ada kaitannya dengan konflik lahan antara masyarakat adat Sihaporas dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL).
Berdasarkan informasi yang terhimpun, pada Senin sekitar pukul 03.00 WIB, sekitar 50 orang tidak dikenal mendatangi warga Sihaporas saat sedang tidur di Buntu Pangaturan, Desa Sihaporas, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Simalungun. Orang-orang tak dikenal itu datang dengan menggunakan pakaian bebas dan mengendarai 2 kendaraan yang diduga bercirikan mobil keamanan PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan 1 kendaraan jenis truk colt diesel.
Menurut laporan warga, beberapa orang tidak dikenal itu memukul kaki warga untuk membangunkan, sebelum menangkap masyarakat adat Sihaporas tanpa ada alasan dan informasi yang jelas. Beberapa masyarakat adat Sihaporas diborgol, dipukul, ditendang dagu dan kepalanya oleh orang-orang tak dikenal tersebut, sehingga mengalami luka robek di kepala. Setelahnya 5 anggota masyarakat adat Sihaporas dibawa keluar kampung.
Menurut penuturan Nurinda Napitu, istri dari Jonny Ambarita, salah seorang masyarakat adat Sihaporas yang diculik, ia dan anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar sempat dipiting dan diintimidasi, karena mencoba menghalangi penculikan tersebut. Nurinda merasa trauma dengan kejadian tersebut.
Nurinda mengaku, awalnya ia sempat ditahan dan diborgol, tetapi dilepaskan kembali. Kejadian ini, menurutnya, merupakan imbas dari perjuangan masyarakat adat Sihaporas dalam menuntut tanah adatnya yang diklaim menjadi areal konsesi PT TPL dengan cara sepihak.
Diketahui, sudah sejak 1998 masyarakat adat Sihaporas menyampaikan klaim sepihak ini kepada pemerintah. Namun, sampai saat ini, tidak ada proses penyelesaiannya. Dalam beberapa tahun terakhir, pihak aparat sering mendatangi warga Sihaporas, buntut dari masyarakat adat mengelola wilayah adatnya dan melarang aktivitas TPL di atas wilayah adat.
Nurinda menyampaikan, saat kejadian penculikan, ada rumah/mess yang dibakar duluan oleh orang tak dikenal yang datang. Diduga pembakaran rumah itu dilakukan untuk mengkambing-hitamkan kejadian pembakaran ini kepada masyarakat adat Sihaporas, yang saat itu sedang berada di lokasi.
Hengky Manalu, dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, menganggap penculikan masyarakat adat Sihaporas ini adalah bukti bahwa kehadiran pemerintah dalam menyelesaikan persoalan masyarakat adat dengan perusahaan tidak pernah berjalan dengan serius, sehingga masyarakat adat selalu dipaksa untuk bersalah.
“Kita sudah menduga bahwa persoalan ini akibat dari ketiadaan pengakuan hak atas tanah leluhur masyarakat adat Sihaporas, dan masuknya perusahaan dengan mengklaim izin konsesi di atas tanah masyarakat adat Sihaporas mengakibatkan konflik yang berkepanjangan antara perusahaan dan masyarakat adat,” kata Hengky Manalu, Senin (22/7/2024).
Saat ini, kata Hengky, 5 anggota masyarakat adat Sihaporas tersebut sudah diketahui keberadaannya. Thomson Ambarita dan 4 orang lainnya itu tengah ditahan di Polres Simalungun. Hengky bilang, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) dan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu) untuk melakukan pendampingan hukum kepada korban dari masyarakat adat Sihaporas.
Bukan Kejadian Pertama
Tragedi penculikan terkait konflik antara masyarakat adat dengan PT TPL juga pernah terjadi. Sebelumnya, Ketua Komunitas Adat Dolok Parmonangan, Sorbatua Siallagan, ditangkap polisi ketika hendak membeli pupuk pada Jumat (22/3/2024). Proses penangkapan ini dianggap Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak sebagai penculikan daripada tindakan hukum.
Rekaman penangkapan yang diperoleh redaksi menunjukkan sejumlah orang berbadan tegap dan berpakain preman keluar dari dua mobil SUV. Mereka menyergap Sorbatua ketika hendak membeli pupuk. Sorbatua lantas dipaksa masuk ke dalam mobil warna hitam dan dibawa ke arah Pematang Siantar.
Pelaku aksi mirip penculikan ini tak meninggalkan surat penangkapan ataupun keterangan kepada pihak keluarga. Keluarga resah dan mencari kemana-mana hingga menyampaikan hal tersebut kepada polisi melalui Polsek Tiga Dolok, Dolok Panribuan – Simalungun. Namun informasi dari kepolisian setempat nihil.
Ketua PH Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak Jhontoni Tarihoran menyebutkan polisi melanggar prosedur penangkapan Sorbatua dalam aksi penangkapan ini.
“Itu namanya penculikan. Seorang tokoh adat dibawa paksa oleh polisi tanpa surat apapun lalu hingga tidak tahu di mana keberadaannya,” kata Jhontoni dari depan gerbang Polda Sumut.
AMAN Tano Batak hingga sekarang masih melakukan perlawanan atas penangkapan ilegal ini. Penangkapan ini semena-mena tanpa mempertimbangkan sisi kemanusiaan.