Skip to content Skip to footer

Medan, walhisumut.or.id – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Eksekutif Daerah Sumatera Utara (WALHI Sumut) lewat Direktur Eksekutif Rianda Purba menghadiri agenda Dialog Luar Studi yang digelar Radio Republik Indonesia (RRI) Medan di Auditorium Bung Karno, Universitas Satya Terra Bhinneka, Medan, Kamis (11/07/2023).

Pada dialog yang bertajuk “Dinamika Pengelolaan Hutan Lestari di Era Society 5.0”, Rianda Purba turut menjadi narasumber. Selain itu, ada dua narasumber lain yakni Matthew Woolgar dari University Of Leed, Direktur Konservasi Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), M. Yakob Ishadamy.

Dalam dialog ini, para narasumber memaparkan persoalan pengelolaan hutan lestari di Indonesia, terkhususnya di Sumatra Utara. Rianda Purba mengatakan, persoalan konflik kuasa tanah atau tenurial jadi sumber tantangan dalam mewujudkan hutan lestari. “Tahun lalu (2023) itu ada 7000an hektar wilayah konflik yang kita katakan juga sebagai konflik sumber daya alam dan agraria. Sebagian besar hutan,” ujar Rianda.

Berikutnya, Rianda mengatakan tantangan berikutnya adalah pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan bukan kayu masih kurang. Kemampuan masyarakat dalam praktek pemanfaatan hutan secara lestari diharapkan Rianda dapat disokong oleh lembaga pendidikan tinggi guna menyosialisasikan cara pemanfaatan hutan yang baik pada masyarakat. “Peran anak muda dan kampus mungkin bisa hadir,” tutur Rianda.

Sementara itu, Matthew Woolgar menyebutkan faktor historis memiliki andil terhadap naik turunnya laju deforestasi hutan di Indonesia. Ia menjelaskan pada tahun 1950, lebih dari 80% lahan di Indonesia adalah hutan. Kemudian pada akhir tahun 1960-an, dibuatlah undang-undang baru tentang kehutanan dan penanaman modal asing yang mendorong terjadinya penebangan hutan berskala besar.

Berlanjut ke tahun 1970-an, terdapat konsesi penebangan hutan yang luas diberikan kepada perusahaan Indonesia dan mancanegara, menyebabkan produk hutan diekspor dalam skala besar. Matthew juga menambahkan, desentralisasi dan pemindahan pasar global yang tinggi juga menjadi penyebab tingginya deforestasi terutama pada era reformasi. Menurutnya, dalam hal ini masyarakat sipil baik lokal maupun internasional, memiliki peran penting dalam mengawasi pengelolaan hutan.

“Karena itu sangat penting untuk masyarakat sipil baik lokal maupun internasional, untuk mendorong pemerintah supaya memantau praktik perusahaan agar tidak terjadi kerusakan lingkungan,” ungkap Matthew.

Sejalan dengan Matthew, M. Yakob Ishadamy dari YEL juga mengungkapkan diperlukan sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan hutan. YEL sendiri melakukan upaya konservasi satwa orang utan dan habitatnya, yaitu hutan. Hal ini ditempuh dengan advokasi kebijakan, pendampingan terhadap pemerintah daerah untuk membangun kebijakan-kebijakan yang pro lingkungan, serta pembangunan berkelanjutan melalui tata ruang dan sebagainya.

Leave a comment

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia – Sumatera Utara © 2024.

All Rights Reserved.