Medan, walhisumut.or.id – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) No. 10 Tahun 2024 tentang Perlindungan Hukum bagi Orang yang Memperjuangkan Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat. Kehadirannya jadi angin segar bagi upaya perlindungan lingkungan hidup.
Berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh Menteri LHK, Siti Nurbaya, pada 30 Agustus 2024 tersebut diterangkan jika Menteri LHK siap memberi perlindungan pada orang/kelompok yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup dari tindakan pembalasan yang dilakukan oleh pihak yang diduga/berpotensi melakukan kerusakan lingkungan.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Eksekutif Daerah Sumatera Utara (Sumut), melalui Direktur Eksekutif Rianda Purba, turut menyambut baik terbitnya permen ini. “Aturan ini merupakan secercah harapan untuk para aktivis, masyarakat, atau organisasi yang berjuang melawan kerusakan lingkungan tanpa bayang–bayang kriminalisasi atau mendapatkan tindakan balasan,” kata Rianda.
Menurutnya, Pasal 66 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) yang berbunyi “setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”, yang dijadikan pertimbangan dalam menerbitkan permen tersebut, sudah seharusnya direalisasikan melalui peraturan penguat.
Rianda menambahkan, UUPLH menyiratkan adanya hak imunitas bagi masyarakat dan aktivis lingkungan hidup yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat untuk terlepas dari tuntutan pidana maupun gugatan perdata. Sebab tuntutan pidana atau perdata yang dimaksud berpotensi mengandung SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation).
SLAPP sendiri adalah upaya pembalasan yang dilakukan pihak yang berkuasa (Pengusaha, perusahaan, badan usaha lain, atau perorangan yang terindikasi atau diduga merusak lingkungan, dan lain sebagainya) untuk menghambat masyarakat atau publik dalam memperjuangkan lingkungan yang baik dan sehat. SLAPP juga termasuk gugatan hukum yang dilayangkan untuk membungkam atau mengintimidasi individu atau kelompok yang berpartisipasi dalam kegiatan publik, seperti menyatakan pendapat atau kritik. Anti-SLAPP adalah konsep hukum yang dirancang untuk melindungi masyarakat dari jenis gugatan ini, awalnya diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1996.
WALHI Sumut mencatat dalam tahun 2024, di Sumut sudah ada 18 warga yang memperjuangkan lingkungan hidup telah menjadi korban kriminalisasi. Dalam konteks lingkungan hidup, kriminalisasi sering terjadi ketika pihak-pihak yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat, seperti aktivis, organisasi, atau masyarakat adat, dikenai tuduhan atau dakwaan pidana yang berupa pelanggaran hukum.
Tuduhan ini sering kali dipaksakan atau tidak relevan dengan aktivitas mereka. Dengan tujuan melemahkan perjuangan mereka melawan pencemaran atau kerusakan lingkungan. Mereka yang memperjuangkan lingkungan hidup justru mendapat ancaman, intimidasi, dan upaya pelemahan melalui proses pidana (Pasal KUHP).
“Permen No. 10 Tahun 2024 diharapkan mampu menjadi pondasi penting dalam mendukung perlindungan hak atas lingkungan hidup yang sehat, sekaligus memperkuat advokasi lingkungan hidup di seluruh Indonesia. Peraturan ini juga diharapkan mampu menjadi solusi bagi para pejuang lingkungan hidup yang kerap menghadapi kriminalisasi, terutama di wilayah seperti Sumatera Utara,” tutup Rianda.