KBRN, Medan: Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatra Utara menemukan adanya kejanggalan dari hasil reka ulang aktivasi sumur V-01 milik PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP). Walhi menilai hasil reka ulang terkait keterangan tidak adanya paparan gas H2S yang menyebabkan ratusan warga di Mandailing Natal diduga keracunan, masih dipertanyakan.
Sebelumnya, Tim Terpadu yang terdiri dari Polres Mandailing Natal, Tim Gegana KBR dan Labfor Polda Sumatera Utara, Direktorat EBTKE, melakukan kajian dugaan bau menyengat di Desa Sibanggor Julu pada saat kegiatan aktivasi sumur V-01”. Kesimpulan siaran pers tersebut menyatakan seluruh alat deteksi H2S menunjukkan nilai nol (0) ppm mengindikasikan tidak adanya paparan gas H2S. Mereka pun menegaskan jika tidak ada kebocoran gas di jalur pipa milik PT. SMGP.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sumut, Rianda Purba mengatakan tidak ada upaya serius mitigasi risiko terhadap masyarakat sekitar pada saat kegiatan aktivasi sumur V-01. Meski tidak ada kebocoran pipa penyalur gas H2S yang terjadi, namun pada pelaksanaan aktivasi, berdasarkan penuturan masyarakat setempat, alat deteksi H2S yang letaknya di samping Kantor Desa Sibanggor Julu tidak berfungsi.
“Kami juga menemukan kelalaian perusahaan dalam mengestimasikan dampak aktivasi terhadap masyarakat sekitar. Aktivasi sumur V-01 dilakukan pada jarak kurang lebih 700 meter dari titik terluar pemukiman warga di Desa Sibanggor Julu. Sumur V-01 berada di kisaran ketinggian 1.137mdpl, sedangkan pemukiman berada pada kisaran ketinggian 951 mdpl. Lokasi pemukiman yang lebih rendah dari sumur aktivasi mestinya jadi perhatian khusus perusahaan,” ujarnya Riandi saat menggelar siaran pers di Medan terkait temuan investigasi terhadap PT SMGP.
Atas hasil investigasi Walhi, pihaknya mendesak Mabes Polri untuk mengevaluasi total proses reka ulang yang telah dilakukan oleh tim terpadu. Selain itu mendesak Komnas HAM untuk turun ke lapangan dan melihat kondisi korban, untuk memproses segala bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan oleh PT SMGP.
“Menuntut kementerian ESDM dan SKK MIGAS untuk meninjau ulang izin operasi PT SMGP. Kami juga menuntut Pemprov Sumut dan Pemkab Madina mengambil langkah konkrit dalam hal pencegahan, perlindungan, dan pemulihan korban,” kata Riandi.
Pihaknya juga meminta semua jajaran pemerintah dan stakeholder terkait mengusut ulang, memproses setiap indikasi pelanggaran hukum, serta menetapkan tersangka. Hal ini bertujuan agar dapat memberi efek jera terhadap PT. SMGP Kemudian memberi rasa aman dan nyaman untuk warga sekitar, dan untuk mencegah agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali.
Walhi Sumut menilai ada indikasi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh perusahaan, termasuk menemukan temuan lain di luar konteks kasus keracunan massal. Diantaranya Well-pad V berada dalam kawasan Taman Nasional Batang Gadis. Lokasi operasi PT SMGP sangat berdampingan dengan ruang hidup masyarakat.
“Misalnya jalur pipa dari ke 6 well-pad melintang bebas di tepi jalanan umum menuju power house. Umumnya, terdapat 3 buah pipa di lintasan, satu buah pipa letaknya di bawah, dan dua lagi berdampingan di atas. Kondisi pipa di bawah sangat buruk, berlubang, berkarat, dan nampaknya tidak digunakan lagi. Sedangkan pipa aktif di atasnya bersuhu tinggi, akan terasa panas jika disentuh. Jalur pipa ini melintang bebas dan bersentuhan langsung dengan hidup masyarakat,” ucapnya.
Adapun indikasi pelanggaran hukum yang dilakukan pihak perusahaan menurut pandangan Walhi yakni melanggar UU No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi dan pemegang izin pemanfaatan langsung wajib. Walhi mengkaji PT SMGP tidak memahami dan menaati undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
“Setiap orang pemegang izin pemanfaatan langsung yang tidak memenuhi atau melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf b dapat dikenai sanksi administratif. Walhi menilai, PT SGMP harusnya dapat dijatuhi sanksi administrasi dikarenakan mereka lalai dalam menjalankan hal yang diamanatkan di dalam Pasal 48 UU No. 21 Tahun 2014,” kata Riandi.
Sebelumnya, Kepala Teknik Panas Bumi (KTPB) PTSMGP, Ali Sahid melalui siaran pers kepada wartawan, aktivasi Sumur V-01 dimulai pada pukul 11:30 WIB. Setelah melakukan pre-job safety meeting dilanjutkan dengan penyisiran perimeter aman sejauh 300 meter dari lokasi titik pembukaan.
“Pembukaan dimulai dengan dibukanya katup 3 inchi sebanyak 4 drat atau 20% dengan metode penetralisir H2S (abatement system), semua kegiatan berlangsung di lokasi pad V yang berjarak sekitar 700 m dari titik terdekat Desa Sibanggor Julu,” ujar Ali.
Dijelaskan Ali, slama kegiatan, H2S termonitor 0 PPM, baik di lokasi pekerjaan Pad V maupun di sekitar perimeter aman 300 meter. Sampai adanya laporan bau menyengat dari masyarakat Sibanggor Julu yang dibuktikan dengan alat deteksi gas H2S. “Kegiatan ini didampingi dan disaksikan langsung oleh KTPB SMGP, Kepala Desa Sibanggor Julu dan 4 Personel Pamobvit di lokasi pada V,” kata Ali.
Dikatakannya kegiatan aktivasi segera dihentikan begitu mendengar adanya laporan bau menyengat, dan kepala desa berserta tim CDCR melakukan pemeriksaan di desa dan memberi info indikasi bau sudah tidak ada begitu mereka tiba di desa.
“Saat ini PTSMGP masih fokus dalam penanganan masyarakat dengan mengerahkan ambulans dan kendaraan untuk menjemput masyarakat yang mengeluhkan kondisi kesehatannya untuk dibawa ke Rumah Sakit. Sementara ini kondisi di desa sudah tertangani dan operasi Perusahaan tetap berjalan normal. Aparat keamanan sudah dikerahkan untuk menjaga keamanan dan ketertiban,” jelasnya.
Sebelumnya, 123 warga di Desa Sibanggor Julu dan Desa Sibanggor Tonga, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, dilarikan ke sejumlah rumah sakit dan puskesmas. Diduga, warga menjadi korban paparan gas tambang panas bumi, di sekitaran lokasi Wellped V-1 pada Kamis (22/2/2024) malam.